KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat yang
dilimpahkan sehingga Laporan hasil kunjungan ke museum perjuangan sebagai tugas
pengganti Mid semester mata kuliah Pancasila tahun 2015 ini dapat selesai tepat
waktu.
Karya tulis ini dilengkapi dengan gambar-gambar dan informasi dari
obyek-obyek yang telah kami kunjungi. Sebagai tanda bukti bahwa saya telah
mengunjungi museum tersebut.
Upaya penyusunan acara ini tidak lepas dari bantuan dan arahan dari
berbagai pihak, maka kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Arqom Kuswajono selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila
2. Teman-teman Jurusan Sosiologi 2015 yang bersama-sama mengunjungi museum.
Dalam penulisan Laporan ini saya menyadari masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu dibutuhkan kritik dan saran, demi kesempurnaan laporan ini.
Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat untuk semua pihak
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................... 1
DAFTAR
ISI.....................................................................................................................................
2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 3
A.
Latar belakang................................................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................. 4
A.
Sejarah
berdirinya museum benterng Vredeburg ..................................... 4
B.
Diorama 1........................................................................................................ 5
C. Diorama 2........................................................................................................ 9
D.
Diorama 3........................................................................................................ 12
E.
Diorama
4..........................................................................................................
15
BAB III PENUTUP..............................................................................................................
16
A.
Kesimpulan........................................................................................................
16
LAMPIRAN.......................................................................................................................................
17
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................................
20
.
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Dosen mata kuliah Pancasila memberikan tugas untuk mengunjungi museum perjuangan
dan membuat laporan hasil kunjungan sebagai pengganti mid semester. Diharapkan
dengan mengunjungi museum perjuangan tersebut dapat mengungkapkan rasa
nasionalisme pada jaman perjuangan dulu dan juga mampu menumbuhkan nasionalisme
bagi orang yang mengunjungi museum tersebut khususnya generasi penerus bangsa.
Saya memilih mengunjungi museum Benteng Vredeburg Yogyakarta karena
didalamnya dilengkapi dengan minirama-minirama untuk menggambarkan adegan
sejarah perjuangan para pejuang bangsa ketika melawan penjajah dulu. Pada dasarnya memang museum benteng Vredeburg memiliki dua fungsi
yaitu sebagai rekreasi sekaligus tempat pendidikan. Informasi tentang
kesejarahan, kebudayaan dan nilai-nilai luhur kejuangan disampaikan kepada
generasi muda dalam nuansa edutainment, yang berasal dari kata education
dan entertainment.
PEMBAHASAN
Museum
Benteng Vredeburg terdiri dari beberapa bangunan yang terspisah. Ada banyak
fasilitas juga yang disediakan untuk para pengunjung. Diantaranya adalah
fasilitas ruangan menonton film sejarah. Ruangan di tata layaknya sebuah
bioskop mini yang nyaman. Hal tersebut bisa menjadi salah satu hal yang menarik
minat pengunjung yang ingi menonton film dokumntasi sejarah jaman penjajahan
dahulu. Selain itu terdapat bangunan-bangunan yang merupakan diorama-diorama
yang didalamnya terdapat minirama-minirama yang menggambarkan kejadian
bersejarah. Minirama-minirama tersebut bisa memberikan pengetahuan bagaimanakah
situasi dan kondisi perjuangan para pejuang jaman dahulu. Setiap minirama
dilengkapi dengan dokumen didalam kaca sebagai penjelasan kejadian dalam
minirama tersebut. terdapat pula lukisan, foro, patung para pahlawan dan
benda-benda bersejarah lainnya.
A.
Sejarah berdirinya museum benteng vredeburg
Museum Benteng Vredeburg adalah salah satu
museum perjuangan yang ada di Yogyakarta. Terletak di kawasan nol kilometer
pusat kota Yogyakarta. Latar belakang sejarah Kota Yogyakarta baik sebagai
ibukota Kasultanan Yogyakarta dan ibukota NKRI tidak dapat dipisahkan dengan
sejarah Benteng Vredeburg. Museum tersebut sangat cocok sebagai tempat wisata
khususnya masyarakat Indonesia sendiri supaya mengetahui gambaran sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Dengan mengunjungi
museum benteng Vredeburg diharapkan mampu memunculkan rasa nasionalisme bagi
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu museum benteng vredeburg sampai saat
ini masih tetap dijaga kelestariannya dan tetap dirawat dengan baik, karena
memiliki peran penting sebagai tempat pendidikan bagi negara.
Museum benteng Vredeburg dikelilingi oleh
bangunan-bangunan kuno peninggalan jaman Belanda seperti Gedung Agung (bekas
rumah residen), gereja Ngejaman (GPIB Margamulya), bekas Senisono (menyatu
dengan Gedung Agung), kantor BNI 1946, kantor Pos, kantor Bank Indonesia dan
Societeit Militaire. Benteng vredeburg dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwana
I atas permintaan pihak Belanda yang daat itu dipimpin oleh Nicholaas Harting
yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa pada tahun 1760.
Pihak Belanda meminta Benteng ini dibangun untuk menjaga keamanan keraton,
tetapi sebenarnya tujuan utamanya yaitu untuk memudahkan pengawasan pihak
Belanda sendiri terhadap segala kegiatan yang dilakukan pihak keraton
Yogyakarta. Pertama dibangun benteng tersebut masih sangat sederhana temboknya
pun hanya terbuat dari tanah, tiang-tiangnya terbuat dari kayu pohon kelapa dan
aren, dan atapnya pun hanya terbuat dari ilalang. Bangunan tersebut dibangun
dengan bentuk bujur sangkar yang di keempat ujungnya dibangun seleka atau
bastion. Oleh Sri Sultan HB IV, keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisesa
(sudut barat laut), Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya
Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut
tenggara).
Pada tahun 1767 atas perintah gubernur Belanda
yang bernama W.H Ossenberg benteng Vredeburg dibangun lebih permanen dengan
alasan supaya keamanan keraton lebih terjamin. Proses pembangunan tersebut cukup
lama yaitu memakan waktu 20 tahun, selesai pada tahun 1787 dibawah pengawasan
arsitek Belanda bernama Ir. Frans Haak. Nama benteng Vredeburg kemudian diganti
dengan nama Rustenburg yang artinya “peristirahatan”. Akan tetapi benteng itu
runtuh pada tahun 1867 ketika terjadi gempa yang hebat di Yogyakarta. Kemudian
setelah runtuh dibangun kembali dan berganti nama menjadi “Vredeburg” yang
artinya perdamaian. Pemabngunan tersebut dianggap sebagai simbiol perdamaian
antara Belanda dengan Keraton.
Secara historis, sejak awal pembangunan hingga
saat ini, terjadi beberapa kali perubahan status kepemilikan dan fungsi
benteng. Namun sejak tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam SK Mendikbud RI
Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Museum
Bneteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng
Vredeburg Yoyakarta. Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam rangka
peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT.
001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.
B.
Diorama 1
Didalam diorama
1 Terdapat 11 minirama yang menceritakan sejarah tentang perjuangan
Pangeran Diponegoro melawan penjajah, lahirnya Budi Utomo, lahirnya Sumpah
pemuda, Kongres Perempuan Indonesia I, Kongres Jong Java di Yogyakarta,
Berdirinya Tamansiswa, penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan masuknya bala
tentara Jepang ke Yogyakarta.
1.
Minirama
perjuangan Pangeran Diponegoro
Terdapat
minirama yang menggambarkan perjuangan pageran Diponegoro dengan
kawan-kawannya. Mereka berkumpul di goa Selarong dusun Kembang Putihan desa
Guwosari kecamatan Pajangan kabupaten Bantul Yogyakarta tanggal 21 Juli 1825. Pada
saat itu Belanda mengepung rumah pangeran Diponegoro sehingga ia dan
teman-temanya diantaranya ada pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegara, Pangeran
Panular, Adiwinata Suryadipura, Blitar, Pangeran Rangga Ngabehi Mangunharjo,
Pangeran Surenglaga dan Kyai Mojo,kabur ke goa Selarong. Pasukan Belanda
tersebut dipimpin oleh asisten Residen Chevallier.Di goa tersebut pangeran
Diponegoro memerintahkan kawan-kawannya memimpin mobilisasi rakyat di daerah Selarong
untuk bersiap-siap berperang. Selain itu membahas mengenai taktik yang akan
diambil untuk menyerang penjajah. Disitu juga terlihat kesetiaan dari
kawan-kawan pangeran Diponegoro yang selalu mengikutinya. Selama berdiam di goa
tersebut pun pihak Belanda telah menyerang tiga kali. Pertama, pada tanggal 25
Juli 1825 dipimpin Kapten Bouwes. Kedua, pada bulan September dibawah pimpinan
Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel Achenbach. Ketiga, 4 November 1825.
2.
Minirama
kongres Boedi Oetomo I
Satu minirama
juga menceritakan terjadinya kongres Boedi Oetomo I di Yogyakarta. Lokasi
kongres berada di ruang makan Kweekschool Yoryakarta yang sekarang menjadi SMU
11 terletak di jalan Sangaji Yogyakarta. Kongres tersebut terjdi pada tanggal 3
sapai 5 Oktober 1908. Didalam minirama tersebut terlihat adegan Sutomo seorang
pengajar STOVIA sedang menyampaikan gagasannya pada saat Konggres I Boedi Oetomo
yang dipimpin Dr.wahidin Soedirohoesodo. Kongres ini menhasilkan 3 keputusan
penting, yaitu :
·
Tujuan
perkumpulan adalah mengusahakan kemajuan yang selaras untuk negeri dan bangsa,
terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, perdagangan, teknik, industri
dan kebudayaan.
·
Menetapkan pengurus besar yaitu RTA. Tirto
Koesoemo (bupati Karang Anyar saat itu) dan wakil Dr. Wahidin soedirohoesodo.
·
Menetapkan Yogyakarta sebagai pusat perkumpulan
Boedi Oetomo.
Pada awalnya ruangan yang dijadikan diorama 1
adalah bekas perumahan Perwira Selatan I. Sebelum dipugar, bangunan ini terdiri
dari teras depan, bangunan utama dan teras belakang. Setelah dipugar, teras
depan berubah menjadi ruang depan. Ini diperkirakan dipergunakan untuk
perumahan prajurit atau perwira yang sudah menikah.
3.
Minirama kedatangan Jepang ke Indonesia
Minirama tersebut menggambarkan Jepang yang datang
ke Indonesia, rakyat menyambutnya dengan baik karena Jepang menyuarakan
semboyannya 3A yaitu Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia dan Jepang
pelindung Asia. Pada masa kependudukannya Jepang memiliki kesatuan polisi
rahasia yang terkenal yaitu kempetai. Kempetai merupakan kesatuan polisi Jepang
yang ditempatkan ke seluruh wilayah Jepang termasuk di wilayah jajahan.
Kempetai terkenal karena kedisiplinan dan kekejamannya.
4.
Minirama penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono
Penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dilaksanakan di Bangsal Manguntur Tangkil, Siti Hinggil Kraton Kasultanan
Yogyakarta. Dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 1940. Didalam minirama
tersebut terlihat adegan Sri Sultan Hamengkubuwana IX didampingi gubernur
Belanda Lucian Adam menerima penobatan sebagai Sultan di Kasultanan Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwana VIII yang telah meninggal pada 22 Oktober 1939
sehingga terjadi kekosongan kekuasaan di Kasultanan Yogyakarta oleh karena itu
dilakukan penobatan. Pengganti Sri Sultan HB VIII adalah salah satu anaknya yang
bernama G.R.M Dorojatun. Penobatan dilakukan dengan memahkotai Sri Sultan yang
baru. Kemudian G.R.M Dorojatun resmi menjadi putra mahkota dengan gelar Samapeyan
Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Ngadurrakhman
Sayidin Panatagama Khalifatullah Kaping IX.
5.
Minirama kongres Jong Java
Kongres Jong Java dilaksanakan di rumah
Joyodipuran di jalan Kintelan 139 sekarang ini menjadi Jalan Brigjen Katamso 23
Yogyakarta. Kongres tersebut dilakukan tanggal 25 sampai 31 Desember 1928.
Didalam minirama tersebut menggambarkan pelasanaan kongres Jong Java.
Sebenarnya Jong Jawa nama awalnya adalah Tri Koro Dharmo. Perkumpulan tersebut
lahir pada tanggal 7 Maret 1915 di gedung STOVIA Jakarta. Lalu baru kemudian
tahun 1918 berubah nama menjadi Jong Java. Dalam kongres tersebut membahas
tentang Jong Java yang akan melebur menjadi satu dengan organisasi kaum muda
lainnya dengan kemudian membentuk organisasi baru lagi. Kemudian organisasi itu
terealisasikan dengan lahirnya organisasi pemuda dan melahirkan sumpah pemuda
pada 28 Oktober 1928.
6.
Minirama kongres Perempuan Indonesia Pertama
Kongres Perempuan Indonesia Pertama
dilaksanakan tanggal 22-25 Desember 1928 di rumah Joyodipuran di jalan Brigjen
Katamso 23 Yogyakarta yang dipimpin oleh Ny. Sukonto. Diadakannya kongres
tersebut atas usulan dari Ny.Sukonto, Nyi Hajar Dewantara, Nn. Sujatin. Kongres
tersebut dihadiri 1000 orang walil dari 30 organisasi perempuan Indonesia.
Kongres tersebut menghasilkan keputusan antara lain mendirikan federasi bersama
(PPPI) Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia, menerbitkan surat kabar,
mendirikan Studei Fonds, memperkuat pendidikan kepanduan putri dan mencegah
perkawinan anak. Dari situ kita sebagai generasi penerus khususnya para wanita
Indonesia melihat bisa mengambil pelajaran penting yaitu pada jaman penjajahan
para wanita Indonesia sudah memiliki semangat nasionalisme yang tinggi.
Seharusnya perempuan sekarang bisa lebih peduli lagi dan memiliki andil yang
lebih besar dalam memajukan Indonesia.
7.
Minirama sejarah berdirinya Taman Siswa
Ki Hajar Dewantara dilahirkan di Yogyakarta 2
Mei 1898 dengan nama Soewardi Soerjadiningrat. Lahir dari pasangan Raden Ayu
Sandiah dan Kanjeng Pangeran Ariya(KPA)Soerjadiningrat. Kedua orang tuanya
adalah bangsawan pura Pakualaman Yogyakarta. Secara garis keturunan (KPA)
Kanjeng Pangeran Ariya Soerjadiningrat ayah dari Ki Hajar Dewantara adalah
putra dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ariya(KGPAA) Paku Alam III.
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara diawali dnegan
mengikuti sekolah dasar ELS(Sekolah dasar Belanda) kemudian sekolah di STOVIA(sekolah
dokter Bumiputera) akan tetapi ia tidak menamatkannya. Nama Ki Hadjar Dewantara
adalah nama julukan yang diberikan oleh R.M Soetatmo Soerjokoesoemo karena ia
melihat kehebatan dari Soewardi Soerjadiningrat. Baru kemudian pada tanggal 23
Februari 1928 secara resmi Soewardi Soerjadiningrat mengganti namanya menajdi
Ki Hadjar Dewantara dan istrinya Soetartinah pun juga berganti nama menjadi Nyi
Hadjar Dewantara.
Ki Hadjar Dewantara mengajukan gagasannya pada
tanggal 3 Juli 1922 supaya didirikan Nasional Onderwijs Instituut Taman Siswa.
Gagasan tersebut diajukan di sebuah kongres di jalan Tanjung nomor 32 yang
sekarang ini adalah Jalan Gadjah Mada no 32 Yogyakarta. Taman Siswa lahir
sebagai jawaban atas kondisi pendidikan lebih banyak berorientasi pada
kepentingan Belanda. Hal tersebut mengilhami Ki Hadjar Dewantara mendirikan
Nasional Onder Wijs Instituut yang berdiri tanggal 3 Juli 1922. Taman Siswa
terkenal dengan sistem among praja yang mendasarkan pada dua landasan pokok
yaitu kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan
lahir batin serta kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai
kemajuan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya.
C.
Diorama 2
Terdiri dari 19 minirama yang
menggambarkan peristiwa sejarah Proklamasi Kemerdekaan sampai dengan Agresi
Militer Belanda di Indonesia. Dalam ruang pameran tetap ini berusaha
menyajikan adegan peristiwa – peristiwa yang terjadi di Yogyakarta pada masa
awal kemerdekaan sampai dengan terjadinya Agresi Militer Belanda II. Peristiwa
yang disajikan dalam diorama ini terjadi pada periode saat ibukota negara
dipindahkan dari Jakarta Ke Yogyakarta. Diorama – diorama tersebut antara lain
:
1.
Minirama Sri Sultan HB IX memimpin rapat dalam rangka
mendukung proklamasi kemerdekaan
Berita proklamasi kemerdekaan telah
tersiar keseluruh penjuru negeri oleh kantor berita Domei Jakarta tanggal 17
Agustus 1945. Dua hari kemudian Sri Sultan HB IX mengundang memimpin rapat
kelompok pemuda dalam rangka mendukung
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Golongan pemuda yang menghadiri rapat
tersebut ada dari golongan agama, nasionalis, kepanduan dan keturunan Cina,
kurang lebih jumlahnya 100 orang. Rapat dilakukan di Gedung Wilis, kepatihan
Yogyakarta tanggal 19 Agustus 1945. Isi pertemuan tersebut intinya menghimbau
para pemuda untuk menjaga keamanan dan tidak anarkis.
2.
Minirama Pelantikan Jendral Sudirman menjadi Panglima
besar TNI
TKR dibentuk pada 5 Oktober 1945. Tanggal
1 Januari 1946 TKR diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Selanjutnya pada
tanggal 24 Januari 1946 bergantin menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia).
Tanggal 7 Januari 1947 keluarlah ketetapan presiden yang menyatakan bahwa mulai
tanggal 3 Juni 1947 disahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia(TNI).
Panglima TNI dijabat oleh Panglima Besar Angkatan Perang Jenderal Soedirman.
Setelah TNI resmi berdiri kemudian pada tanggal 28 Juni 1947 di Istana Presiden
Yogyakarta (Gedung Agung) Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar
TNI oleh Presiden Soekarno yang juga sertai dengan pelantikan pucuk pimpinan
TNI yang lain.
3.
Minirama Penurunan bendera Hinomaru
Didalam salah satu minirama terdapat
adegan yang menggambarkan peristiwa penurunan bendera Hinomaru. Kejadian
tersebut terjadi pada tanggal 21 September 1945 di Gedung Agung Jl. A. Yani
Yogyakarta para pemuda antara lain Salamet, Sutan Ilyas, Supardi, Rusli dan
pemudi Siti Ngaisyah menurunkan bendera Hinomaru dan menggantinya dengan
bendera Merah putih di atap gedung Cokan Kantai. Sebelum terjadi peristiwa
penurunan bendera Hinomaru, rakyat bergerak menuju Balai Mataram (Senisono
sekarang) untuk mengibarkan bendera Merah Putih. Ribuan rakyat Yogyakarta yang
sebagian besar adalah pemuda pelajar telah berkumpul di depan Gedung Cokan
Kantai dengan dikawal satu kompi pasukan Polisi Istimewa. Tanpa rasa takut
sedikitpun, meskipun sebelumnya sempat dihalau pasukan tentara Jepang, 4 orang
pemuda tersebut naik ke atas gedung dan menggantikan bendera Hinomaru dengan
bendera Merah Putih. Saat itu pula bergema lagu Indonesia Raya, peristiwa ini
kemudian dikenal dengan “Insiden Bendera di Cokan Kantai”.
4.
Minirama Pelucutan Senjata Jepang
Di daerah Gayam, Yogyakarta tanggal 23
September 1945 terjadi peristiwa pelucutan senjata terhadap Jepang yang
dilakukan oleh polisi Istimewa dan rakyat dibawah pimpinan Oni Sastroadmodjo.
Kejadian tersebut dipicu oleh tindakan Jepang sendiri yang melucuti senjata
kesatuan Polisi Istimewa terlebih dahulu yang disimpan didalam gudang.
Mengetahui hal tersebut Komandan kompi Polisi Istimewa melaporkan kejadian tersebut
kepada komisaris polisi. Kemudian, komisaris polisi segera melakukan
perundingan dengan pimpinan tentara Jepang, tetapi perundingan tersebut gagal.
Akhirnya rakyat dan polisi pun mengambil tindakan sendiri dengan mengepung
markas dan gudang senjata Jepang di Gayam dan dapat merebut kembali senjata
tersebut.
5.
Minirama Hari berdirinya Gadjah Mada
Pada tanggal 19 Desember 1949 peristiwa
peresmian Universitas Negri Gadjah Mada di Sitihinggil Kraton Yogyakarta. Di
minirama tersebut terlihat Prof. Dr. Sardjito sedang menyampaikan pidatonya.
Sebelum UGM berdiri telah banyak lembaga yang lebih dulu berdiri di Yogyakarta,
Solo, dan Klaten. Komite yang dibentuk pada tanggal 20 Mei 1949 yang tugasnya
membahas pendidikan tinggi di Indonesia memutuskan untuk menggabungkan semua
lembaga pendidikan yang ada di Yogyakarta, Solo, dan Klaten. Perguruan tinggi
yang ada di tiga kota tersebut menjadi satu dan bernama Universitas Gadjah Mada
yang berkedudukan di Yogyakarta. Kemudian pada tahun 1954, nama Universiteit
Negeri Gadjah Mada diubah menjadi Universitas Gadjah Mada.
Berdirinya Perguruan Tinggi Universitas
Gadjah Mada yang terkenal sebagai universitas kerakyatan tidak lepas dari peran
Prof. Dr. Sardjito yang merupakan tokoh pendiri dan rektor pertama UGM. Beliau
bukan hanya sebagai tokoh pendidik akan tetapi seorang tokoh yang juga terlibat
langsung dalam proses perjuangan bangsa Indonesia. Ketika masa penjajahan
beliau terkenal sebagai ahli obat-obatan dan vitamin untuk tentara yang
berjuang dan membantu pendirian pos kesehatan. Prof. Dr. Sardjito juga
mendapatkan penghargaan dari pemerintah diantaranya anugerah Bintang Gerilya
dan Bintang Mahaputra.
Didalam ruangan diorama 2 ini juga
terdapat benda-benda asli koleksi dari Prof. Dr. Sardjito diantaranya terdapat
jam tangan, pulpen,pensil,dasi,lencana-lencana dan juga berbagai macam
penghargaan yang beliau dapatkan. Terdapat pula Toga kebesarannya yang selalu
ia pakai dalam acara civitas akademika UGM tepajang rapi dilemari kaca yang
tinggi.
6.
Minirama Kongres Pemuda di Yogyakarta
Alun-alun utara dan Balai Mataram
Yogyakarta sekarang ini Senisono. 10-11 November 1945. Terlihat presiden
Soekarno sedang berjalan menuju mimbar tempat diadakannya rapat raksasa pada
kongres pemuda Indonesia di Yogyakarta. Pada tanggal 31 Oktober 1945 di Balai
Mataram Yogyakarta diadakan rapat yang dihadiri oleh perwakilan pemuda dari
Jakarta.Bandung, Surabaya dan staf kementrian penerangan. Rapat tersebut
mengasilkan kesepakatan bahwa tanggal 10-11 November yang akan datang akan
diadakan Kongres Pemuda Indonesia bertempat di Balai Mataram. Upacara pembukaan
Kongres Pemuda Indonesia diadakan di Alun-alun Utara Yogyakarta tanggal 10
November 1945. Kongres tersebut diketuai oleh Chaerul Saleh dan dihadiri oleh
perwakilan dari 30 organisasi pemuda seluruh Indonesia yang jumlahnya sekitar
332 orang.
Di ruangan diorama 2 ini juga terdapat
patung ibu Fatmawati yang sedang menajahit bendera pusaka kebesaran Indonesia,
bendera Merah Putih. Ibu Fatmawati adalah istri dari presiden Soekarno. Bendera
Merah Putih meniru desain bendera Majapahit abad ke 13, yang terdiri dari
sembilan garis bewarna merah dan putih tersusun secara bergantian. Bendera
Pusaka terdiri dari dua warna yaitu merah berada diatas dan putih berada
dibawah dengan perbandingan 2:3. Warna merah melambangkan keberanian dan putih
melambangkan kesucian. Bendera Merah Putih pertamakali dinaikkan pada saat
pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jalan
Pegangsaan Timu nomor 56 Jakarta. Bendera tersebut dinaikkan pada tiang bambu
oleh pengibar bendera yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah
dinaikkan kemudian dinyanyikan secara bersama-sama lagu kebangsaan Indonesia
yaitu Indonesia Raya.
Terdapat pula mesin cetak Heidelberg,
yaitu mesin cetak dari koran Kedaulatan Rakyat yang merupakan koran revolusi.
Koran tersebut bukan merupakan milik salah satu golongan, agama, atau partai
politik. Pada awal kelahiran koran ini terdapat berbagai rintangan dan cobaan.
Namu tidak menyurutkan semangat para perintis koran tersebut untuk bisa tetap
menerbitkan korannya. Tenagan kerja dalam pembuatan koran tersebut masih sangat
terbatas sehingga satu orang bisa saja merangkap dua atau tiga pekerjaan. Mesin
cetak Heidelberg adalah salah satu mesin cetak yang digunakan yang memiliki
kemampuan mencetak seribu eksemplar setiap jamnya. Mesin cetak lain yang juga
digunakan yaitu mesin cetak Snelpres(untuk cetak) dan Intertype untuk pracetak.
D.
Diorama 3
Ketika
masuk ke ruangan diorama 3 kita disambut dengan lukisan pahatan besar didinding
yang terbuat dari kayu. Lukisan tersebut sangat indah dan memiliki bentuk yang
bagus. Lukisan tersebut menggambarkan tentang keadaan rakyat Indonesia dulu
ketika pada jaman penjajahan. Didalam diorama 3 terdapat 18 minirama yang
menggambarkan peristiwa sejak adanya Perjanjian Renville 1948 sampai pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia Serikat tanggal 27 Desember 1949.
Selain
minirama juga terdapat benda-benda bersejarah yang di pajang didalam kaca.
Benda-beda bersejarah diantaranya ada peralatan makan Bapak Soemardjono. Bapak
Soemarjono adalah salahsatu orang yang rumahnya ditumpangi para pejuang
Indonesia ketika terjadi Agresi Militer Belanda. Peralatan makan tersebut
digunakan para pejuang bangsa ketika menumpang di rumah bapa Soemardjono. Rumah
tersebut berlokasi di Krenen, Banaran, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ketika
itu terjadi Agresi militer Belanda pada tanggal 19 Desember 1945 pukul enam
pagi pasukan Belanda melakukan pengeboman lapangan terbang Maguwo dan akhirnya
lapangan tersebut pun jatuh ketangan Belanda. Hampir seluruh pangkalan udara
jatuh kepada Belanda, kecuali pangkalan udara di Aceh. Segera kemudian dilakukan
penyelamatan terhadap barang-barang milik Angkatan Udara Republik I
ndonesia(AURI). Salahsatunya adalah alat komunikasi AURI yang dahulu terletak
di jalan Terban Taman Yogyakarta kemudia dipindahkan ke lapangan Gading
Wonosari.
Alat
komunikasi tersebut kemudian disimpan di salah satu rumah warga yang bernama
Pawirosetomo di Bleberan, Banaran, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dirumah
itu alat komunikasi tersebut disimpan didalam dapur. Sedangkan mesin pembangkit
listrik disimpan di tungku tanah dan ditutupi dengankayu bakar(ada juga yang
bilang disimpang dilubang tanah dan ditutupi lesung atau tempat menumbuk padi).
Antena hanya dipasang pada malam hari saja direntangkan diantara dua batang
pohon kelapa saat dilakukannya siaran supaya tidak ketahuan Belanda. Semua itu
bisa dilakukan juga dengan dorongan dan bantuan penduduk setempat. Hingga
berita tentang perjuangan bangsa Indonesia dari berbagai daerah bisa tersiar
bahkan keberhasilan perjuangan bangsa bisa sampai keluar negeri. Salah satu
berita yang berhasil disiarkan adalah keberhasilan dari serangan umum 1 Maret
1949 ke seluruh dunia. Siaran tersebut dilakukan pukul dua dini hari tanggal 2
Maret 1949 dan beritanya bisa sampai keseluruh jaringan radio AURI dan bahkan
sampai ke PBB.
Benda
lain yang terpajang di diorama 3 ini antara lain ada kentongan pada saat itu
kentongan menajdi sarana yang efektif digunakan sebagai penyiar situasi pada
waktu Belanda berhasil menguasai Yogyakarta tahun 1948. Ada juga hal yang
menarik perhatian yaitu adanya komputer yang besar yang terpajang didinding
yang bisa kita gunakan untuk bermain games. Namun games tersebut masih
berkaitan dengan hal-hal tentang perjuangan bangsa Indonesia. Hal tersebut juga
sangat menarik sekali bagi pengunjung yang datang. Terdapat pula Ruangan khusus
ketika kita akan meninggalkan diorama 3 yaitu ruangan yang sempit dan terdapat
patung-patung yang beradegan penangkapan para pejuang bangsa terhadap pasukan
penjajah. Di ruangan tersebut seolah-olah seperti kejadian nyata yang bisa
membuat pengunjung seperti merasakan kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut
tentunya juga salah satu yang menjadi faktor penarik museum untuk dikunjungi.
Di
salah satu minirama menggambarkan kejadian di Desa Banaran, Banjarharjo, Kulon
Progo tahun 1948 – 1949 yaitu suasana dapur umum markas gerilya. Ketika itu
Belanda berhsil melakukan Agresi Militernya yang kedua di Yogyakarta. Rakya pun
berbondong-bondong mengungsi. Kebanyakan rakyat yang mengungsi adalah rakyat
yang tinggal di sebelah timur Sungai Progo yang kemudian pindah ke arah barat
seungai tersebut. daerah tersebut menjadi padat pengungsi oleh karena itu
dibutuhkan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan logistik mereka. Dapur umum
tersebut berada dirumah bapak Kariyo Utomo.
Terdapat
pula minirama yang menggambarkan kejadian serangan umum 1 Maret 1949. Di
minirama tersebut terlihat pasukan gerilyawan TNI serta para pejuangan lain
mengadakan serangan terhadap Hotel Tugu. Serangan umum ini adalah bentuk reaksi
atas pernyataan Belanda yang menyatakan bahwa RI dan TNI sudah hancur. Serangan
ini memilih watu siang hari karena pada waktu itu Sultan HB IX berfikir bahwa
serangan ini harus mempunyai dampak internasional secara luas dan dipilihlah
waktu siang hari karena dianggap mampu memberika nilai politis yang mempengaruhi
jalannya sidang di DK PBB. Tujuan dari serangan tersebut adalah:
·
Tujuan politik
Untuk
mendukung perjuangan perwakilan RI di DK PBB melawan Belnda yang menyatakan
bahwa TNI sudah hancur dan Yogyakarta sudah kembali normal.
·
Tujuan psikologis
Untuk
mengobarkan semangat juang rakyat dan TNI. Memberikan kepercayaan kepada rakyat
bahwa TNI masih tetap setia pada tugasny dan terus gigih berjuang menghalau
musuh.
·
Tujuan Militer
Sebagai sarana pembuktian kepada dunia
internasional bahwa TNI masih tetap ada dan utuh. Sekaligus membuktikan bahwa
keberadaan Belanda di Yogyakarta itu tidak sah.
E.
Diorama 4
Terdiri
dari 7 buah minirama yang menggambarkan peristiwa sejarah pada saat
periode Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai pada Masa Orde Baru. Di
ruang ini tidak terlalu banyak diorama yang ditampilkan seperti di diorama
lainnya. Salah satu minirama menggambarkan adegan Presiden Soekarno membuka
Konferensi Tingkat Menteri pada tanggal 11 November 1959 dalam rangkaian
Konferensi Rencana Colombo XI. Yogyakarta di pilih menjadi tempat
diselenggarakannya Konferensi tersebut. alasan memilih Yogyakarta dikarenakan
Yogyakarta telah berhasil melaksanakan konferensi internasional sebanyak dua
kali. Diantaranya Internasional Rubber Study Group Conference bulan Juli 1957
dan ECAFE Conference bulan Oktober 1957. Konferensi tersebut akan dilaksanakan
pada tanggal 26 Oktober sampai denagn 14 November 1959. Masalah kepanitiaan
mendapatkan bantuan tenaga dari para mahasiswa UGM yang berada di Sekip dan
Bulaksumur.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Museum
Benteng Vredeburg adalah museum perjuangan yang ada di Yogyakarta yang sanat
cocok diguanakan sebagai sarana pendidikan dan juga rekreasi. Museum tersebut
dibangun pada pemerintahan Belanda di Yogyakarta dengan tujuan sebenarya adalah
untuk mengawasi kegiatan Kraton Yogyakarta sendiri. Museum tersebut sudah
beberapa kali mengalami renovasi bahkan pernah rubuh karena gempa besar di
Yogyakarta. Namun sampai sekarang museum benteng Vredeburg tetap dijaga selalu
kelestariannya karena memiliki peran penting bagi negara. Didalam museum
tersebut terdapat fasilitas-fasilitas seperti ruang menonton film perjuangan dan
juga diorama-diorama yang didalamnya terdapat minirama-minirama dalam kaca yang
menggambarkan adegan bersejarah ketika jaman perjuangan melawan penjajah dulu.
Selain itu terdapat pula benda-benda bersejarah yang dipajang di dalam kotak
kaca seperti kentongan, benda-benda koleksi para pejuang serta foto-foto dan
lukisan bersejarah lainnya.
Dengan
mengunjungi museum perjuangan Benteng Vredeburg ini diharapkan mampu
menggambarkan rasa nasionalisme para pejuang jaman dulu dalam meraih
kemerdekaan dan juga dapat menumbuhkan rasa nasionalisme bagi para penerus
bangsa yang mengunjungi museum tersebut. Dengan tumbuhnya rasa nasionalisme
yang tinggi diharapkan ada tindakan nyata generasi penerus bangsa bukan lagi
untuk merebut kemerdekaan akan tetapi dalam hal memajukan bangsa Indonesia.
daftar pustakanya mna?
BalasHapus